Friday, May 9, 2014

Singkatnya, aku percaya kamu akan pulang.




Hal yang paling kubenci di dunia ini adalah keraguan.
Hal yang kubenci, namun begitu lekat denganku.
Ragu untuk mencoba roti dengan topping lain, ragu membeli produk promosi, ragu dengan cupcake selain rasa cokelat, ragu menyampaikan pendapat, ragu untuk bertanya... Dan kau tahu? Yang paling menyebalkan dari segala keraguan yang ada di muka bumi ini adalah ragu terhadap perasaan diri sendiri. 



Terlebih menyinggung soal hati.



Ada seseorang yang selalu dalam saput keraguan. Entah saput itu diciptakan olehku, dia, atau oleh kita berdua. Yang pasti, saput keraguan itu menjadi dinding penyekat yang mengisolasi dirinya. Saput itu seakan mengutukku menjadi anak ingusan yang tidak tahu apa-apa dan penasaran dengan apa-apa. Membuatku tak henti bertanya-tanya. Apakah? Benarkah? Masa sih? Apa benar? Bagaimana? Semua pertanyaan telah memenuhi standar 5W+1H, dan masing-masing partikulernya beranak pinak menjadi lebih banyak lagi pertanyaan yang menuntut jawaban yang lebih banyak. Seorang penulis favoritku pernah mengatakan, kita tak tahu dan tak pernah pasti tahu hingga semuanya berlalu. Benar atau salah, dituruti atau tidak dituruti, pada akhirnya yang bisa membuktikan cuma waktu.

Saput itu bukan gelembung sabun yang bisa dipecahkan dengan sekali sentuhan. Saput itu perlu energi ekstra yang aku sendiri tak tahu bagaimana mendapatkannya. Di tengah-tengah kegalauan ini, entah apa yang bisa membuatku sebegini besar kepalanya. Nekat untuk berkenalan dengan keberanian. Berani mencoba untuk membuang keraguan dan menanam rasa percaya. Percaya untuk memberi ruang di hati untukmu pulang. Meskipun aku tak tahu kapan. Inilah momen pertama kalinya aku berjudi, dan hatiku yang menjadi koin tarunannya.



Kau tahu?


Karena ada yang lain dari cara menatapmu. Katakan jika ini memang ketidaksengajaan. Tapi bukan sekali atau dua kali kita bertabrak mata. Yang aku tahu setiap kali kita tertawa dalam forum mata kita bertemu. Bukan hanya sekadar bertemu, tapi mata kita seperti sedang saling mencari.

Karena ada ucapan terima kasih yang belum sempat aku ucapkan secara lisan. Sekalipun pernah, itu pun hanya dalam bentuk isyarat tersirat. Terima kasih untuk mengalih fungsikan pundakmu menjadi sandaran kepalaku untuk tidur sewaktu kita dalam perjalanan pulang. Skelet pundakmu tulang sejati, tanpa beralaskan kapuk secuilpun pundakmu adalah sandaran ternyaman yang pernah aku punya.

Karena jemari-jemarinya begitu mengundang. Jemari yang kuku putihnya dibiarkan memanjang satu milimeter. Gemas rasanya untuk mengguntingnya. Jemari yang memiliki ibu jari berukuran dua kali lipat dari jari kelingkingku. Entah jemariku yang terlalu kecil, atau jemarinya yang terlalu besar. Hal yang mengundang perdebatan dengan topik masalah siapa yang menyandang cacat jemari sebenarnya. Kemudian kita saling mengolok-olok dan tersemburlah derai tawa renyah oleh kita. Tidak ada yang harus diperdebatkan, sayang. Besar kecil jemari kita tercipta untuk saling mengimbangi Telapak tanganmu yang lebar dan telapak tanganku yang mungil tercipta untuk menggenggam dan digenggam. Sela jemari kita tercipta untuk saling diisi.

Karena aku tahu cara memahamimu. Secara tidak langsung aku belajar darimu untuk memahami bahwa manusia tidak pernah sama dengan detik yang lalu. Manusia yang celaka adalah manusia yang lebih buruk dari detik sebelumnya, adapun yang merugi adalah manusia yang sama dengan detik sebelumnya, dan manusia yang beruntung adalah manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Aku memahami sesuatu perlu berubah maupun diubah agar menjadi lebih baik. Inilah cara untuk memahamimu. Apa baiknya, bukan apa adanya.





Aku rasa alasan-alasan ini sudah cukup sebagai bekal perjudian.
Gambling. Kupertaruhkan seluruhnya tanpa ada keraguan lagi. Ada titik di setiap tanda tanya. Pertanyaan ini pasti akan berujung dengan titik jawaban. Ada spasi di setiap kata jawaban. Jawaban ini pasti membutuhkan jeda waktu untuk terungkap. Kini pertanyaan-pertanyaan itu telah resmi aku pasrahkan kedatangan jawabannya pada waktu. Percaya bahwa suatu hari nanti saput itu akan hilang. Percaya akan ada waktu untuk pulang. Ini cuma masalah waktu, semoga ini bukan salah pengertian. Semoga Yang Maha Membolak-balikkan Hati berkenan menggiringmu ke kembali. Semoga.



Amin!

Thursday, May 8, 2014

Pulang






Karena kata pulang baru akan bermakna setelah kita bepergian.
Kita perlu pergi untuk tahu kenapa kita harus pulang.