Hal yang paling kubenci di dunia ini
adalah keraguan.
Hal yang kubenci, namun begitu lekat
denganku.
Ragu untuk mencoba roti dengan topping
lain, ragu membeli produk promosi, ragu dengan cupcake selain rasa cokelat,
ragu menyampaikan pendapat, ragu untuk bertanya... Dan kau tahu? Yang paling
menyebalkan dari segala keraguan yang ada di muka bumi ini adalah ragu terhadap
perasaan diri sendiri.
Terlebih menyinggung soal hati.
Ada seseorang yang selalu dalam saput
keraguan. Entah saput itu diciptakan olehku, dia, atau oleh kita berdua. Yang
pasti, saput keraguan itu menjadi dinding penyekat yang mengisolasi dirinya. Saput
itu seakan mengutukku menjadi anak ingusan yang tidak tahu apa-apa dan
penasaran dengan apa-apa. Membuatku tak henti bertanya-tanya. Apakah? Benarkah?
Masa sih? Apa benar? Bagaimana? Semua pertanyaan telah memenuhi standar 5W+1H,
dan masing-masing partikulernya beranak pinak menjadi lebih banyak lagi
pertanyaan yang menuntut jawaban yang lebih banyak. Seorang penulis favoritku
pernah mengatakan, kita tak tahu dan tak pernah pasti tahu hingga semuanya
berlalu. Benar atau salah, dituruti atau tidak dituruti, pada akhirnya yang
bisa membuktikan cuma waktu.
Saput itu bukan gelembung sabun yang bisa
dipecahkan dengan sekali sentuhan. Saput itu perlu energi ekstra yang aku
sendiri tak tahu bagaimana mendapatkannya. Di tengah-tengah kegalauan ini, entah
apa yang bisa membuatku sebegini besar kepalanya. Nekat untuk berkenalan dengan
keberanian. Berani mencoba untuk membuang keraguan dan menanam rasa percaya. Percaya untuk memberi ruang di hati untukmu pulang. Meskipun aku tak tahu kapan. Inilah momen pertama kalinya aku berjudi, dan hatiku yang menjadi koin tarunannya.
Kau tahu?
Karena ada yang lain dari cara menatapmu.
Katakan jika ini memang ketidaksengajaan. Tapi bukan sekali atau dua kali kita
bertabrak mata. Yang aku tahu setiap kali kita tertawa dalam forum mata kita
bertemu. Bukan hanya sekadar bertemu, tapi mata kita seperti sedang saling
mencari.
Karena ada ucapan terima kasih yang belum
sempat aku ucapkan secara lisan. Sekalipun pernah, itu pun hanya dalam bentuk
isyarat tersirat. Terima kasih untuk mengalih fungsikan pundakmu menjadi
sandaran kepalaku untuk tidur sewaktu kita dalam perjalanan pulang. Skelet
pundakmu tulang sejati, tanpa beralaskan kapuk secuilpun pundakmu adalah
sandaran ternyaman yang pernah aku punya.
Karena jemari-jemarinya begitu mengundang.
Jemari yang kuku putihnya dibiarkan memanjang satu milimeter. Gemas rasanya
untuk mengguntingnya. Jemari yang memiliki ibu jari berukuran dua kali lipat
dari jari kelingkingku. Entah jemariku yang terlalu kecil, atau jemarinya yang
terlalu besar. Hal yang mengundang perdebatan dengan topik masalah siapa yang
menyandang cacat jemari sebenarnya. Kemudian kita saling mengolok-olok dan
tersemburlah derai tawa renyah oleh kita. Tidak ada yang harus diperdebatkan,
sayang. Besar kecil jemari kita tercipta untuk saling mengimbangi Telapak
tanganmu yang lebar dan telapak tanganku yang mungil tercipta untuk menggenggam
dan digenggam. Sela jemari kita tercipta untuk saling diisi.
Karena aku tahu cara memahamimu. Secara
tidak langsung aku belajar darimu untuk memahami bahwa manusia tidak pernah
sama dengan detik yang lalu. Manusia yang celaka adalah manusia yang lebih
buruk dari detik sebelumnya, adapun yang merugi adalah manusia yang sama dengan
detik sebelumnya, dan manusia yang beruntung adalah manusia yang lebih baik
dari sebelumnya. Aku memahami sesuatu perlu berubah maupun diubah agar menjadi
lebih baik. Inilah cara untuk memahamimu. Apa baiknya, bukan apa adanya.
Aku rasa alasan-alasan ini sudah cukup
sebagai bekal perjudian.
Gambling. Kupertaruhkan seluruhnya tanpa ada keraguan lagi. Ada titik di setiap tanda tanya.
Pertanyaan ini pasti akan berujung dengan titik jawaban. Ada spasi di setiap
kata jawaban. Jawaban ini pasti membutuhkan jeda waktu untuk terungkap. Kini
pertanyaan-pertanyaan itu telah resmi aku pasrahkan kedatangan jawabannya pada
waktu. Percaya bahwa suatu hari nanti saput itu akan hilang. Percaya akan ada
waktu untuk pulang. Ini cuma masalah waktu, semoga ini bukan salah pengertian.
Semoga Yang Maha Membolak-balikkan Hati berkenan menggiringmu ke kembali. Semoga.
Amin!
No comments:
Post a Comment