Sunday, March 4, 2012

Tercekik.


Menulis. Ketika tidak ada ruang untuk berlari, tidak ada tempat untuk bersandar, tidak ada yang mendengarkan.... Ketika mulut bungkam tidak bisa menjelaskan. Dari sisa-sisa tenaga yang hampir terurai, tulisan mungkin masih mempunyai kekuatan untuk menyuarakan isi hati. Biar mata yang membaca, jadi sinonim untuk telinga yang mendengarkan.
Sejak kapan kau berubah menjadi algojo? Dingin, menyakiti, tanpa kata maaf sebagai obat penyembuh. Berani-beraninya kau datang kembali, merusak mimpi-mimpi yang telah kugantung begitu rapih untuk menjadi kenyataan. Selamat, kamu telah membuat mimpi-mimpi itu hanya sebatas mimpi. Harapan-harapan yang telah aku tanam kau cabut hingga ke akar-akarnya, kau bawa lari dan sekarang yang tertinggal hanyalah unsur hara dalam tanah. Segala asa, menjadi putus asa. Begitu sesak, seolah seluruh elektron dalam atom keluar dari orbitnya. Kau pikir aku anjing yang begitu hina sehingga dengan tega kau mengalungiku dengan rantai berkarat? Tarik sesuka hati, dilepaskan begitu kasar, diulur tapi tidak dibiarkan berlari. Aku tercekik dengan segala tarik ulurmu yang tak kunjung berhenti. Tolong. Jangan cekik aku dengan rantai masa lalu yang berkarat!

2 comments:

  1. waaaah! saya suka postingan yang ini :D

    sma 6 ya? kelas berapa?

    ReplyDelete
  2. Hehehehe makasih :D Aku sekolah di SMA YPHB, kelas 11 :)

    ReplyDelete